Khamis, 13 Oktober 2011

Sebatang Kara


Pada satu hari Abu Dzar berkata di hadapan orang ramai, “Ada tujuh wasiat Rasulullah SAW yang selalu aku pegang teguh kepadanya. Aku disuruh agar menyantuni orang-orang miskin dan mendekatkan diri dengan mereka. Dalam hal harta, aku disuruh memandang ke bawah dan tidak ke atas (pemilik harta dan kekuasaan). Aku disuruh agar tidak meminta pertolongan dari orang lain. Aku disuruh mengatakan hal yang benar sebesar apa pun resikonya. Aku disuruh agar tidak takut membela agama Allah. Dan aku disuruh agar memperbanyak menyebut ‘La Haula Walaa Quwwata Illa Billah’. “
Dipinggangnya selalu tersandang pedang yang sangat tajam yang digunakannya untuk mencantas musuh-musuh Islam. Ketika Rasulullah bersabda padanya, “Mahukah kamu aku tunjukkan yang lebih baik dari pedangmu itu? (Iaitu) Bersabarlah hingga kamu bertemu denganku (di akhirat)”, maka sejak itu beliau menggantikan pedangnya dengan lidahnya yang ternyata jauh lebih tajam dari pedangnya.
Dengan lidahnya ia berteriak di jalanan, lembah, padang pasir dan sudut kota menyampaikan protesnya kepada para penguasa yang rajin mengumpul harta di zaman khilafah Ustman bin Affan. Setiap kali turun ke jalan, kota, ratusan orang akan mengikut di belakangnya, danmereka juga ikut memekikkan kata-katanya yang menjadi panji yang sangat terkenal dan sering diulang-ulang, “Beritakanlah kepada para pengumpul harta, yang mengumpul emas dan perak. Mereka akan diseterika dengan api neraka, kening dan pinggang mereka akan diseterika di hari kiamat!”
Pekikan-pekikannya telah menggetarkan seluruh penguasa di jazirah Arab. Ketika para penguasa pada masa itu melarangnya, dengan lantang beliau berkata, “Demi Allah yang nyawaku berada dalam genggaman-Nya! Sekiranya tuan-tuan sekalian meletakkan pedang di atas bahuku, sedang mulutku masih sempat menyampaikan ucapan Rasulullah yang kudengar darinya, pastilah akan kusampaikan sebelum tuan-tuan mencantas batang leherku”
Sepak terjangnya menyebabkan penguasa tertinggi pada masa itu Ustman bin Affan campur  tangan untuk menegahnya. Ustman bin Affan menawarkan tempat tinggal dan pelbagai kenikmatan, tetapi Abu Dzar yang zuhud itu berkata, “aku tidak perlukan dunia kalian!”.
Akhir hidupnya sangat menghiris hati. Isterinya bercerita, “Ketika Abu Dzar seakan hamper meninggal dunia, aku menangis. Abu Dzar kemudian bertanya, “Mengapa engkau menangis wahai isteriku? Aku menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis, engkau sedang tenat  di hamparan padang pasir sedang aku tidak mempunyai kain yang cukup untuk mengkafanimu dan tidak ada orang pula yang akan membantuku menguburkanmu”.
Namun akhirnya dengan pertolongan Allah satu rombongan musafir yang dipimpin oleh Abdullah bin Mas’ud R.A (salah seorang sahabat Rasulullah SAW) menziarahinya. Abdullah bin Mas’ud pun membantunya dan berkata, “Benarlah ucapan Rasulullah!”, “Kamu hidup sebatang kara, mati sebatang kara, dan kelak (di akhirat) dibangkitkan sebatang kara”.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan